Novan Herfiyana

Helm Tukang Ojek Pengkolan

Tidak terasa, hari Selasa, 20 Juni 2017, ini Tukang Ojek Pengkolan sudah memasuki episode 777-778. Dari sekian fragmen, fokus utama saya justru tertuju pada helm tukang ojek pengkolan yang tidak bertali. Ya, tali helm yang tidak dikaitkan di dagu pengendara dan/atau penumpang motor.

Kalau tidak salah ingat, saya kira, satu-satunya orang yang mengenakan tali helm di Tukang Ojek Pengkolan yaitu seorang penumpang perempuan. Itu pun hanya sekali. Maklum, pemain figuran. Ya, kalau tidak salah, episode sebelum 300-an lah. Mungkin episode 200-an. Itu tentu saja berdasarkan feeling saya.

Jika hal yang serius (ceileee…), satu-satunya orang (atau kelompok orang?) yang mengenakan tali helm dalam Tukang Ojek Pengkolan hanyalah episode “Dedi Mulyadi” dan “Kabupaten Purwakarta”-nya. Katanya, kata bupati Purwakarta itu, demi taat hukum lalu lintas. Bagus, bukan? Bahkan episode sosialisasi polisi untuk keharmonisan tukang ojek pengkolan dan tukang ojek online pun, sesudahnya, tidak mengenakan tali helm lagi. Jadi, saya menganggap helm yang tidak ditalikan pada Tukang Ojek Pengkolan itu sebagai “ciri khas”. Ah, ada-ada saja.

Terlepas dari itu, tidak ditalikannya helm itu bisa jadi karena ini merupakan shooting. (Mestinya kan tidak begitu juga). Setelah itu, cut! Nah, berbicara tentang shooting, ini menarik lagi. Saya sebagai penonton mengimajinasikan bahwa para pemain sinetron atau film itu “berjalan-jalan ke sana ke mari”. Padahal kan sebenarnya merupakan gabungan gambar yang di-cut oleh sutradara. Begitulah kira-kira.

Babeh Naim

Dari sekian fragmen, salah satu hal yang menarik perhatian saya yaitu keluarga besar Babeh Naim. Meskipun Babeh Naim seorang yang kaya (maklum seorang juragan rumah kos, tetapi “aneh”-nya kadang seperti orang yang tak punya), Dedy dan istrinya tetap berbisnis. Artinya, Babeh Naim di satu pihak dan keluarga Dedy di pihak lain merupakan dua rumah tangga yang berbeda. Ya, iyalah, itu kan rumah Babe Naim meskipun Dedy sebagai anaknya.

Oh ya, dalam sinetron jenis ini, “jangan tanggapi” kisah asmaranya Ramdhan-Laras dan Mas Pur-Sarah. Tidak ada yang seru kok seperti dalam sinetron jenis lain. Sekadar bumbu. Jadi, nikmati sajalah. Ini kan sinetron komedi. Asyik-asyik aja.

Terlepas dari itu, satu-satunya yang bikin mangkel ialah di-mati-kan-nya sosok Mpok Tati (isterinya Ojak). Itu yang sempat membuat saya “meninggalkan” sinetron ini. Imajinasinya seolah menghilang. Padahal, mengapa tidak ia disebutkan kemana gitu sehingga suatu waktu bisa muncul lagi. Toh kita tidak tahu bagaimana pasangan (suami) Mpok Uyuy dan Mpok Yati, bukan? Jadi, bukan tidak mungkin, Ani misalnya bisa muncul lagi.

Asyik-asyik sajalah. Namanya juga Tukang Ojek Pengkolan. Meskipun satu-dua tukang ojeknya sempat berganti profesi, toh mereka balik lagi menjadi tukang ojek pengkolan.

Single Post Navigation

Tinggalkan komentar