Novan Herfiyana

Fokus dan Disiplin Menulis

Plong, rasanya. Tuntas sudah penulisan naskah yang saya kerjakan hari ini. Penulisan naskah tercepat yang pernah saya lakukan. Penulisan naskah untuk judul buku terbaru yang sudah diterima penerbit.

Ya, sejak 30 September 2019 sampai 17 Oktober 2019 ini, saya telah menyelesaikan 13 tulisan –sebutlah 13 bab.

Semula, dalam rancangan saya, saya berencana menulis sebanyak 10 atau 11 tulisan. Nyatanya, ada 13 tulisan yang saya kerjakan. Selain itu, rencananya, ada 1.000-an hingga 2.000-an kata dalam setiap bab. Nyatanya, ada dua bab yang mencapai 4.000-an hingga 5.000-an kata.

Begitulah kalau sudah asyik bekerja (menulis). Tahu-tahu, tulisan saya sudah “melebihi”. (Saya kira, siapa pun begitu). Bahkan ada dua tulisan yang dikerjakan dalam satu hari –diselingi kegiatan so sibuk lainnya.

Saya menulisnya berdasarkan kliping karena menulis sejarah –jalan cerita. Ketika klipingnya banyak, mungkin itulah yang terjadi, penuangan dalam naskahnya pun menjadi banyak pula.

Namun demikian, secepat-cepatnya menulis naskah, saya menganggap tersendat juga. Bagaimana tidak, saya menulis naskah sambil melihat data (kliping). Bolak balik.

Cara Menulis

Bagaimana cara menulis naskah? Ya, tinggal menulis saja. Bagaimana strateginya? Fokus dan disiplin.

Sepertinya mudah ya? Ya, memang mudah. Saya pun yang sudah mempunyai “ilmunya”, malah sering “nggak kepikiran” he he he.

Contoh mudahnya begini.

Kalau kita mau menulis, ya menulis saja. Eh, kita malah membersihkan kamar. Apakah tulisannya, jadi? Ya, tidaklah. Kita kan membersihkan kamar, bukan menulis.

Bagaimana dengan fokus dan disiplin? Misalnya kita mengajak teman untuk menulis bareng atau bersama. Cukup 1-2 halaman saja. Janjian di kafe. Lalu, di kafe, kita memesan minuman. Eh, malah asyik mengobrol. Apakah tulisannya, jadi? Saya kira, nggak. Mengapa? Karena kita tidak fokus dan disiplin untuk menulis.

Seandainya kita fokus dan disiplin, sambil minum, kita bisa fokus menulis (bukan menggambar misalnya) dan tetaplah disiplin menulis sampai selesai. (Oh ya, adanya internet pun sebetulnya menggangu waktu kita untuk menulis. Pekerjaan kita malah browsing, bukan menulis).

Begitu, bukan?

Sebetulnya, ini bukan hanya pada pekerjaan menulis. Bisa pekerjaan apa saja.

Namun, sekali lagi, kita –bahkan saya sendiri– cenderung seenaknya dalam melakukan sesuatu sehingga saya pun jarang –untuk tidak mengatakan “tidak”– menulis.

Saya menulis cerita (pengalaman) ini karena saya lebih mempraktikkan “ilmu penulisan” tadi. Khusus untuk karya terbaru saya tersebut. Di luar itu? Entahlah. Bisa jadi keburukan saya kumat lagi.

Kalau mau menulis kan bisa jadi tulisan di blog ini hadir setiap hari. Tulisan apa saja. Hmmm….

Single Post Navigation

Tinggalkan komentar